Aswatama memiliki beberapa perbedaan dengan kisah aslinya dari kitab Mahabharata. Beberapa perbedaan tersebut meliputi nama tokoh, lokasi, dan kejadian. Namun perbedaan tersebut tidak terlalu besar sebab inti ceritanya sama.
Dalam pewayangan Jawa, Aswatama juga dikenal sebagai putra Bhagawan Drona alias Resi Drona dengan Dewi Kripi, putri Prabu Purungaji dari negara Tempuru. Dia berambut dan bertelapak kaki kuda karena ketika dirinya masih dikandung, Dewi Krepi sedang beralih wujud menjadi kuda sembrani, dalam upaya menolong Bambang Kumbayana (Resi Drona) terbang menyeberangi lautan.
Aswatama berasal dari padepokan Sokalima dan seperti ayahnya, dia memihak para Kurawa saat perang Bharatayuddha. Ketika ayahnya menjadi guru keluarga Pandawa dan Kurawa di Hastinapura, Aswatama ikut serta mengikuti pendidikan ilmu olah keprajuritan.
Dia memiliki sifat pemberani, cerdik, dan pandai mempergunakan segala macam senjata. Dari ayahnya, Aswatama mendapat pusaka yang sangat sakti berupa panah bernama Panah Cundamanik.Pada perang Bharatayuddha, Drona gugur karena terkena siasat para Pandawa.
Mereka berbohong bahwa Aswatama telah gugur, tetapi yang dimaksud bukan Aswatama anaknya, melainkan seekor gajah yang bernama Hestitama (Hesti berarti "Gajah") tapi terdengar seperti Aswatama.
Drona menjadi putus asa setelah dia menanyakan kebenaran kabar tersebut kepada Yudistira yang dikenal tak pernah berbohong. Aswatama merasa kecewa dengan sikap Duryodana yang terlalu membela Salya yang dituduhnya sebagai penyebab gugurnya Karna.
Aswatama memutuskan untuk mundur dari Perang Bharatayudha. Setelah Perang Bharatayuda berakhir dan keluarga Pandawa pindah dari Amarta ke Hastinapura, secara bersembunyi Aswatama masuk menyelundup ke dalam istana Hastinapura.
Dia berhasil membunuh Drestadyumna (pembunuh Drona), Pancawala (putera Puntadewa alias Yudistira), Banowati (Jandanya Duryodana), dan Srikandi. Diceritakan bahwa akhirnya dia mati oleh Bima, karena badannya hancur dipukul Gada Rujakpala.
Ksishsn,....
ReplyDeleteApa itu bro?
Delete