Masyarakat Sunda sejak jaman dulu sudah mengenal berbagai seni tari. Kesenian ronggeng, doger dan ketuk tilu, misalnya, merupakan jenis-jenis kesenian tradisional masyarakat Sunda yang sudah ada sejak jaman dulu.
Salah satu karya seni khususnya seni tari di Jawa Barat yang telah dikenal dan tetap eksis sampai saat ini adalah seni tari jaipong atau jaipongan. Penarinya adalah satu atau beberapa perempuan yang sudah dilatih secara khusus dengan gerakan-gerakan tubuh yang lemah gemulai, yang dalam setiap pertunjukan sangat menonjolkan unsur-unsur gerak ritmis diiringi hentakan musik gamelan.
Sejarah Tari Jaipong
Pada waktu terakhir ini ada sedikit perbedaan persepsi mengenai sejarah asal usul tari jaipong. Siapa pencipta tari jaipong ini ada dua pendapat yang berbeda. Untuk itu kami sampaikan referensi mengenai sejarah asal usul jaipong ini dari sumber-sumber yang kami sertakan dibawah artikel ini.
Berbicara mengenai sejarah tari jaipong tidak terlepas dari 2 nama maestro seniman sunda, yaitu H. Suwanda dan Gugum Gumbira. H. Suwanda adalah seorang seniman yang berasal dari Karawang - Jawa Barat. Saat ini tinggal di Kampung Karangsambung RT 06/05 Kelurahan Tanjung Mekar, Kecamatan Karawang Barat, Kabupaten Karawang, Provinsi Jawa Barat.
Melalui situs kebudayaan.kemdikbud.go.id, beliau menceritakan kisah terlahirnya kesenian Jaipong atau Jaipongan ini di Jawa Barat, yaitu antara Karawang dan Bandung.
Jaipong adalah merupakan seni tari tradisional Jawa Barat yang diciptakan oleh H. Suwanda pada tahun 1976 di padepokan Suwanda Group. Tari Jaipong ini diramu dari tepak-tepak gendang ketuk tilu, wayang, kendang penca (pendak silat), doger, banjet, dan bahkan tarling. Semua kesenian itu diramu yang kemudian melahirkan seni jaipong.
Pada masa awal lahirnya Jaipong, hasil-hasil karya seni tari tradisional tersebut mulai direkam, tapi dengan cara yang sederhana karena terbentur faktor ketiadaan modal. Namun dengan kesederhanaan tersebut, ternyata kesenian jaipongan diterima baik oleh masyarakat, sehingga semenjak saat itu Karawang “geunjleung” (santer) dengan kesenian jaipongnya. Hampir pada setiap hajatan selalu ditampilkan kesenian jaipong.
Makna Tari Jaipong
Makna Tari Jaipong adalah sebagai hiburan rakyat. Dalam seni pertunjukan rakyat ada yang dinamakan aksi dan reaksi. Aksi berarti sebuah penampilan atau pertunjukan kesenian, baik itu tari-tarian maupun pertunjukan musik dengan segala teknik-tekniknya untuk mendapatkan respon dari orang yang menyaksikannya.
Sedangkan reaksi adalah respon atau akibat dari aksi yang dipertunjukkan oleh seniman dalam panggung seni. Reaksi dapat berupa senyuman, tawa, canda, maupun tepuk tangan dari penonton ketika melihat sebuah pertunjukan seni.
Gerak-gerak tarian jaipong dengan gerak tubuh yang menghibur dimaknai sebagai sebuah pesan atau komunikasi oleh para penontonnya. Penonton, sebagai komunikan, memaknai gerak-gerak tubuh penari sesuai dengan persepsinya masing-masing, sehingga antara seniman (komunikator) dan penontonnya (komunikan) terjadi interaksi atau hubungan timbal balik di antara keduanya dalam sebuah pertunjukan seni.
Dalam seni pertunjukan jaipong, komunikasi antara penari dengan penonton terjalin dengan erat. Penonton dapat pula terlibat secara aktif dalam seni pertunjukan Jaipong.
Perkembangan Tari Jaipong
Kehadiran seni tari jaipong atau dikenal juga dengan Jaipongan, telah memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap para penggiat seni tari untuk lebih aktif lagi menggali jenis tarian rakyat yang sebelumnya kurang perhatian.
Dengan munculnya tari Jaipongan, dimanfaatkan oleh para penggiat seni tari untuk menyelenggarakan kursus-kursus tari Jaipongan, dimanfaatkan pula oleh pengusaha pub-pub malam sebagai pemikat tamu undangan.
Perkembangan lebih lanjut peluang usaha semacam ini dibentuk oleh para penggiat tari sebagai usaha pemberdayaan ekonomi dengan nama Sanggar Tari atau grup-grup di beberapa daerah wilayah Jawa Barat, misalnya di Subang dengan Jaipongan gaya "kaleran" (utara).
Ciri khas Jaipongan gaya kaleran, yakni keceriaan, erotis, humoris, semangat, spontanitas, dan kesederhanaan (alami, apa adanya). Hal itu tercermin dalam pola penyajian tari pada pertunjukannya, ada yang diberi pola (Ibing Pola) seperti pada seni Jaipongan yang ada di Bandung, juga ada pula tarian yang tidak dipola (Ibing Saka), misalnya pada seni Jaipongan Subang dan Karawang.
Istilah ibing pola dan ibing saka dapat kita temui pada Jaipongan gaya kaleran, terutama di daerah Subang. Dalam penyajiannya, Jaipongan gaya kaleran ini, sebagai berikut:
A. Tatalu;
B. Kembang Gadung;
C. Buah Kawung Gopar;
D. Tari Pembukaan (Ibing Pola), biasanya dibawakan oleh penari tunggal atau Sinden Tatandakan (seorang sinden tetapi tidak bisa nyanyi melainkan menarikan lagu sinden/juru kawih);
E. Jeblokan dan Jabanan, merupakan bagian pertunjukan ketika para penonton (bajidor) sawer uang (jabanan) sambil salam tempel. Istilah jeblokan diartikan sebagai pasangan yang menetap antara sinden dan penonton (bajidor).
Perkembangan selanjutnya tari Jaipongan terjadi pada taahun 1980-1990-an, di mana Gugum Gumbira menciptakan tari lainnya seperti Toka-toka, Setra Sari, Sonteng, Pencug, Kuntul Mangut, Iring-iring Daun Puring, Rawayan, dan Tari Kawung Anten.
Dari tarian-tarian tersebut muncul beberapa penari Jaipongan yang handal antara lain Iceu Effendi, Yumiati Mandiri, Miming Mintarsih, Nani, Erna, Mira Tejaningrum, Ine Dinar, Ega, Nuni, Cepy, Agah, Aa Suryabrata, dan Asep.
Pada saat ini tari Jaipongan telah menjadi salah satu identitas keseniaan di Jawa Barat, hal ini nampak pada beberapa acara-acara penting yang berkenaan dengan tamu dari negara asing yang datang ke Jawa Barat, maka disambut dengan pertunjukan tari Jaipongan.
Demikian pula dengan misi-misi kesenian ke manca negara senantiasa dilengkapi dengan tari Jaipongan. Tari Jaipongan banyak memengaruhi kesenian-kesenian lain yang ada di masyarakat Jawa Barat, baik pada seni pertunjukan wayang, degung, genjring/terbangan, kacapi jaipong, dan hampir semua pertunjukan rakyat.
Bahkan akhir-akhir ini, tari jaipong pun kerap dipadukan dengan kesenian musik modern seperti musik dangdut modern yang dikolaborasikan dengan Jaipong menjadi kesenian Pong-Dut
Tahun 1976 H. Suwanda ditarik ke Bandung oleh Gugum Gumbira untuk bergabung dengan group Jugala yang dipimpin oleh Gugum Gumbira. Di Jugala Group, H. Suwanda menjadi pemukul gendang sekaligus peñata karawitannya.
Gugum Gumbira sendiri sangat mengapresiasi kemampuan H. Suwanda dalam memainkan gendang, sehingga dengan keahliannya dalam bidang koreografi, Gugum Gumbira menciptakan beberapa tarian jaipong. Akhirnya kerjasama H Suwanda dengan Gugum Gumbira mampu mengangkat jaipong menjadi kesenian Sunda yang sangat popular, bukan hanya di dalam negeri, melainkan telah memancanegara.
Komposisi yang dibawakan oleh Jugala berbeda dengan komposisi awal yang dimainkan oleh Suwanda Grup selaku pelopor dari lahirnya musik jaipong di Karawang, meskipun Suwanda sendiri terlibat di dalamnya sebagai penabuh gendang.
Ini disebabkan Suwanda memainkan gendang berdasarkan pada pola yang sudah disusun secara cermat oleh komposernya, yaitu Gugum Gumbira. Gaya dari bentuk elemen jaipong serta kualitas dan ekspresinya dikemas dalam pola-pola yang terbarukan, sehingga sosok jaipong seolah terlahir kembali dengan balutan gaya modern.
Karya jaipong pertama yang mulai dikenal oleh masyarakat adalah tari daun pulus keser bojong dan rendeng bojong” yang keduanya merupakan jenis tari putri dan tari berpasangan (putra dan putri). Awal kemunculan tarian tersebut semula dianggap sebagai gerakan yang erotis dan vulgar, namun semakin lama tari ini semakin popular dan mulai meningkat frekuensi pertunjukannya baik di media televisi, hajatan, maupun perayaan-perayaan yang disenggalarakan oleh pemerintah atau oleh pihak swasta.
Dari makin populernya tarian jaipong diatas, mulai muncul dan dikenal beberapa nama penari Jaipongan yang handal seperti Tati Saleh, Yeti Mamat, Eli Somali, dan Pepen Dedi Kurniadi
Musik Pengiring Tari Jaipong
Musik pengiring dalam tari jaipong disebut dengan musik jaipong, yaitu alunan enerjik dari alat musik tradisional Jawa Barat yang biasanya terdiri dari gendang, gong, alat musik ketuk, dan lain sebagainya.
Selain iringan musik tradisional, jaipong juga diiringi oleh suara biduan yg serasi dengan iringan musiknya. Lagu-lagu yang dibawakan dalam musik jaipong tersebut biasanya dilakukan oleh seorang perempuan yang biasa disebut dengan nama “sinden”
Kostum Penari Jaipong
Pada pertunjukan seni jaipong, penari wanita yang merupakan seniman tari biasanya menggunakan kostum khusus. Sedangkan penari yang berasal dari kalangan penonton tidak dituntut menggunakan pakaian khusus seperti halnya penari utama.
Kostum atau pakaian yang dikenakan oleh penari jaipong biasanya berupa pakaian adat Jawa Barat yang digunakan khusus untuk menari. Para penari jaipong biasanya menggunakan atasan berupa baju kebaya dengan kancing yang disebut dengan apok atau baju setengah kebaya yang dikreasikan serta kebawahannya kain samping baik dengan corak batik maupun polos.
Untuk rambut penari jaipong biasanya disanggul serta dihiasi dengan bunga melati atau mahkota sehingga memberikan kebebasan dalam gerak-gerak tari jaipong. Selain menggunakan pakaian /baju khusus jaipong, para penari wanita ini juga membawa properti yang sifatnya bisa dikatakan wajib, yaitu sampur yang lebih kita kenal dengan selendang.
Untuk penari pria (jika tari pasangan) pakaiannya macam-macam pula, ada yang bergaya jawara dengan kumis, ikat kepala, kampret, pangsi, ikat pinggang dari kulit besar, membawa golok dan memakai gelang bahar. Ada juga yang memakai sebagai rekayasa pakaian jawara yang distilisasi kembali dalam warna yang menyatu.
Sedangkan untuk para nayaga dan sinden yang mengiringi tari jaipong seperti biasanya selalu memakai pakaian tradisi adat sunda
Tentang Tari Jaipong
Tari Jaipong adalah merupakan tari tradisional yang berasal dari Jawa Barat. Sebagai tari tradisional tari jaipong dikategorikan sebagai tari kreasi yang sifatnya hasil kreatifitas seniman di Jawa Barat didasarkan pada kesenian tradisi yang sudah ada.
Jaipongan atau tari jaipong ini merupakan tarian yang dibawakan dengan enerjik oleh seorang penari dengan diiringi oleh musik tradisional gendang, ketuk, kecrek, goong, rebab serta alunan lagu dari seorang sinden atau juru kawih.