Lasem adalah kecamatan yang termasuk dalam kabupaten rembang dan berjarak sekitar 12KM, di bagian utara berbatasan langsung dengan laut jawa. Salah satu yang terkenal di Lasem adalah Batik Lasem yang sering di sebut juga Batik Naga.
Berbicara mengenai batik Lasem, seharusnyalah kita melihat jauh ke belakang sejarah awal siapa yang memulai membuat batik di Lasem, agar kita bisa mengerti mengapa ragam hias/corak motif dan pewarnaan batik Lasem bisa seperti yang kita lihat selama ini.
Pada era Majapahit baik menurut Kitab Pararotan maupun Kitab Negara Kertagama (pupuh X/2), Majapahit terdiri dari 11 kerajaan kecil-kecil yaitu Lasem, Mataram, Daha, Pajang, Singasari, Wirabui, Wengker, Kahuripan, Peguhan, Matahun dan Panuwuhan yang diperintah oleh Paduka Bhattara/Bhre dengan pangkat Adipati.
Pelabuhan Lasem ini berlokasi di Caruban, dan ditunjang dengan galangan kapal yang terbesar di Pulau Jawa di Dasun, saat itu sampai era penjajahan Jepang. Peranan Lasem dalam kerajaan Majapahit dapat diketahui dari keanggotaan Adipati Lasem dalam Lembaga Pohon Narendra (Lembaga Pertimbangan Kerajaan sebagai Penasehat Raja) yang terdiri dari 7 Adipati dari 11 Adipati Majapahit.
Di dalam kitab Lontar Sabda Badrasanti yang merupakan catatan sejarah Kerajaan Lasem yang mulai ditulis pada tahun 1273 Saka (1351 M) semasa Kerajaan Lasem diperintah oleh Ratu Dewi Indu (Dewi Purnama Wulan), dapat dibaca tulisan yang menceritakan awal dari pembuatan batik di Lasem.
Dewi Indu adalah adik sepupu Prabu Hayam Wuruk dimana pada tahun 1276 Saka (1354 M) beliau menyempatkan diri berkunjung ke Lasem. Dalam buku Sabda Badrasanti tertulis bahwa armada Laksamana Cheng Ho mampir ke Lasem untuk berobat.
Dari buku tersebut pada halaman 45 dikutip : pada tahun Saka 1335 (1413 M) datanglah ke Lasem nahkoda Bi Nang Un dalam rombongan Laksamana Cheng Ho ke Nusantara (yang ke-3). Bi Nang Un melihat Lasem adalah daerah yang subur makmur dan masyarakatnya yang ramah serta penuh kekeluargaan ditambah banyak orang-orang Cempa (Campa) beranak pinak disana, akhirnya meminta ijin kepada Laksamana Cheng Ho untuk tak meneruskan pelayaran karena beliau mau menetap di Lasem.
Adipati Lasem saat itu Pangeran Wijayabadra mengijinkan Bi Nang Un untuk tinggal di Lasem apabila Bi Nang Un telah menjemput/membawa keluarganya dan membawa barang-barang yang belum ada di Pulau Jawa saat itu.
Kedatangan kembali Bi Nang Un dengan istrinya yang bernama Na Li Ni beserta putra pertama Bi Nang Un (5 tahun) dan putri bungsu Bi Nang Ti (3 tahun) disertai pula dengan warga Campa lain yang ahli membuat batik, perhiasan emas, pengrajin gamelan dan beliau membawa pula bibit ketan hitam, mangga blungko, tebu, delima, ayam cempo, merak berbulu biru dan padi klewer.
Bi Nang Un awalnya tinggal di Kemandung/Kemendung (Lasem Selatan), kemudian pindah ke daerah yang sekarang bernama Binangun (daerah pantai Bonang sekarang).
Di Kemendung, Na Li Nu memberi pelajaran kepada putri-putri Kemandung (juga kepada putra putrinya) cara membuat : dompet tembakau dari bulu merak, tari menari dan membuat batik, menyulam, menenun dan membuat jamu. Dengan demikian kita mengetahui bahwa yang pertama-tama membuat batik di Lasem.
Bi Nang Ti akhirnya menikah dengan cicit Dewi Indu yaitu prabu Badranala. Setelah Prabu Badranala diangkat menjadi Adipati Lasem, nama Bi Nang Ti dirubah menjadi Winarti Kumudawardani .
Setelah Bi Nang Ti wafat, jenazahnya dikuburkan di Bukit Regol (di Pantai Bonang sekarang) dalam area yang sangat terkenal dengan nama petilasan Sunan Bonang, juga dapat menemui makam Putri Cempa ini.
Kembali ke komunitas Cempa perintis batik Lasem, mereka membuat batik dengan ragam hias dan warna sesuai dengan akar budayanya yaitu budaya Cempa yang dipengaruhi budaya China.
Kebudayaan dan kepercayaan China kuno sangat kaya akan simbol-simbol yang tertera pada hampir semua benda pakai dalam kehidupan sehari-hari seperti pada :
- Ukiran dan lukisan pada bangunan dan perabot rumah tangga.
- Barang-barang dekorasi rumah.
- Barang-barang keramik
- Sulaman pada pakaian dan benda lain dari kain.
Simbol-simbol ini semuanya mempunyai arti filosofis sesuai dengan persamaan phonetic kata benda lain dan simbol-simbol tersebut mempunyai daya magis simpatik yang dihadapkan dapat merangsang orang yang melihatnya mau berfikir positif dengan harapan siapa saja yang melihat simbo-simbol tersebut akan berlaku benar, bertambah arif bijaksana dan tambah mulia sesuai dengan pesan simbol tersebut.
ARTI SIMBOL-SIMBOL YANG TERGAMBAR PADA SEBAGIAN BATIK TULIS LASEM
- Kupu-kupu (hu-die) :Simbol keceriaan dan harapan panjang usia.
- Kupu-kupu dengan bunga :Simbol panjang umur dan kesempurnaan.
- Meu-hua (sakura)
- Kelelawar (pian-fu) :Simbol nasib baik.
- Ikan (Ii) :Simbol kekayaan
- Ki-Lin (qi-lin) :Simbol kebijakan sempurna, umur panjang, kebesaran hati, kepatuhan dan rasa hormat pada orang tua.
- Naga (long) :Simbol lelaki, kekuatan kebaikan, pembawa kesejahteraan dan kebahagiaan.
- Lipan/kelabang(wu-gong) :Simbol datangnya rejeki.
- Burung hong (feng-hua) :Simbol kewanitaan yang penuh kasih sayang.
- Burung hong disandingkan :Simbol keberuntungan dengan naga.
- Burung merak (kong-que) :Simbol kecantikan dan kemuliaan.
- Burung bangau (he) :Simbol panjang umur.
- Burung pranjak (qiao) :Simbol kegembiraan. Kedatangan burung-burung ini di halaman rumah dengan kicaunya yang berisik dijadikan pertanda akan datangnya tamu.
- Delima (shi-liu) :Simbol kesuburan.
- Awan (yun) :Simbol peruntungan baik dan kebahagiaan.
- Bunga peony (mu-tan) :Simbol keperawanan dan keistimewaan. Bunga peony dianggap ratu dari semua bunga, karena sangat indahnya.
- Bunga seruni (ju) :Simbol panjang umur/tahan lama.
- Bunga magnolia (mu-lan) :Simbol kecantikan . -Bunga teratai (lian-hua) :Simbol kesucian dan kesempurnaan.
- Bunga mawar (qiang-wei) :Simbol keremajaan tapi bukan berarti cinta.
- Bunga Narcissus (shiu) :Simbol harapan akan keberuntungan dalam Xian tahun yad.
- Bunga sakura (mei) :Simbol keberuntungan bagus dan ketulusan.
- Coin (qian) :Simbol rejeki.
- Swastika (wan-zi) :Simbol keberuntungan besar.
ARTI WARNA DALAM KEBUDAYAAN CHINA
Putih ( pai ) : Simbol lanjut usia dan kesucian.
Hitam ( hei ) : Simbol kegelapan dan kematian.
Merah ( hong ): Simbol kegembiraan dan kekayaan.
Hijau ( lu ) : Simbol kehidupan yang negatif, karenanya selalu harus dikombinasikan dengan warna merah.
Biru ( lan ) : Simbol harapan datangnya kedudukan yang lebih tinggi.
Kuning ( hua ): Simbol ketenaran, maju berkembang.
Ungu ( zi ) : Simbol ketenangan dan loyalitas.
Demikianlah sekilas Sejarah dan asal-usul Batik lasem, semoga bisa menambah wawasan kita bahwa Indonesia kaya akan Budaya.