Ketika berbicara tentang keseniaan tari-tarian yang ada di Indonesia yang ada dikepala kita tentunya muncul berbagai nama tari-tarian daerah yang jumlahnya ratusan bahkan bisa jadi lebih. Mengingat bahwa negara Indonesia yang terdiri dari beribu-ribu suku bangsa dengan keragaman adat istiadat dan kesenian yang di dalamnya termasuk tari-tarian.
Namun kelestarian dari berbagai jenis kesenian tari daerah saat ini perlu kita perhatikan. Semakin canggihnya media massa yang pada akhirnya membawa budaya globalisasi begitu membanjir dari negara-negara barat telah membuat generasi muda kita rasanya lebih mengenal jenis tarian modern negara luar daripada mengenal dan mengetahui ragam jenis tari daerah asli Indonesia.
Kesenian Tayub merupakan pertunjukan seni yang diadakan untuk ungkapan rasa syukur ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa melalui media sedekah bumi ( bersih desa ) akan keyakinan pada dayang ( penunggu ), ataupun pada saat masyarakat punya hajat yang biasanya diselenggarakan pada saat musim panen. Keberadaan tayub masih bertahan di daerah sekitar Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Namun seiring perkembangannya, dari kalangan Islam kesenian tayub menuai pro dan kontra di tengah masyarakat. Dari pandangan islam kesenian tayub di anggap melanggar hukum yang ada dalam islam. Sebagian masyarakat menganggap kesenian tersebut untuk hiburan dan dapat di terima dengan baik dimasyarakat.
Sebagai contohnya generasi muda kita akan lebih mengenal tarian “breakdance” daripada tarian gambyong, remo, maupun tarian daerah lainnya yang dimiliki bangsa kita ini, Indonesia. Inilah salah satu dampak globalisasi yang pada akhirnya bisa mengakibatan luntur dan hilangnya jenis tari-tarian daerah asli asal Indonesia.
Termasuk salah satunya kesenian tari tayub yang begitu terkenal didaerah jawa khususnya daerah Jawa Timur, Jawa Tengah dan Yogyakarta. Apa itu kesenian tayub dan bagaiman sejarah kesenian tayub ini. Ada yang mungkin langsung mengasumsikan kesenian tayub ini dengan konotasi kesenian yang lebih bersifat negatif.
Kenapa demikian? Apa sebenarnya kesenian tayub ini? Dan apakah konotasi negatif itu sampai sekarang masih seperti itu anggapan tentang kesenian tayub ini? Lalu masih masihkah banyak diadakan pagelaran tayub ini pada masa sekarang? Berikut yang bisa saya uraikan tentang kesenian tayub.
Sejarah Kesenian Tari Tayub
Tayub di mulai sejak sebelum zaman penjajahan yaitu sejak zaman Kerajaan Singosari. Pertama kali di gelar pada waktu Prabu Tunggul Ametung. Kemudian tayub berkembang di Kerajaan Kediri dan Mojopahit.
Pada zaman kerajaan ini kesenian tayub merupakan bagian dari rangkaian upacara keselamatan atau syukuran bagi para pemimpin pemerintahan yang akan mendapat jabatan baru, pemberangkatan panglima ke medan perang, dan lain-lain.
Pada zaman Kerajaan Demak, tayub jarang dipentaskan karena pada waktu itu Kesenian Tayub hanya dapat dijumpai di daerah pedesan yang jauh dari pusat kerajaan.
Tayub bermula dari cerita kedewatan (dewa-dewi),saat dewa-dewi mataya ( berjoget berjajar) dengan gerak yang guyub (serasi). Pada zaman wali sanga, tayub digunakan untuk syiar agama islam sehingga nilai-nilai agamis pun dimasukkan dalam tarian.
Di masyarakat agraris yang masih kental dengan kultur animisme, dinamisme, tayub adalah bentuk ritual ketika terjadi peristiwa penting. Namun disayangkan, ketika zaman penjajahan belanda kesenian tayub terpengaruh unsur negatif yang dibawa para penjajah.
Adanya minum-minuman berakohol. Hingga pemerintahan yang dipegang oleh Sunan Pakubuwono III, Tayub yang terkena pengaruh penjajah Belanda masih terpelihara.
Kemudian ketika pemerintahan dipegang oeh Sunan Pakubuwono IV, beliau tidak berkenan dengan pengaruh yang ditimbulkan oleh penjajah belanda. Kemudian tayub berkembang di daerah sekitar Jawa Timur, Jawa Tengah dan Yogyakarta.
Seiring berkembangnya zaman, kesenian tayub ini berusaha berdiri dari terjangan badai budaya luar atau budaya modern yang perlahan-lahan menggerogoti keberadaan dan eksistensi kesenian tayub ini. Persepsi negatif yang sudah terlanjur muncul didalam pikiran masyarakat luas, membuat keberadaan kesenian ini serada terpojokkan.
Kemudian timbul keburukan dalam citra kesenian tayub yang disebabkan oleh penari pria atau penonton. Para penari menyawer dengan memasukkannya ke dalam kemben. Sehingga muncul anggapan masyarakat bahwa penayub itu “murahan”. Kesan miring akan kesenian tayub saat itu sangat buruk.
Memang sangat disayangkan sebuah warisan budaya leluhur yang seharusnya menjadi ciri dari sebuah bangsa atau daerah harus dikotori oleh tangan-tangan kolonial yang menjadikan pelaku kesenian tayub ini dipandang sebelah mata oleh masyarakat.
Karena stigma negatif yang sudah terlanjur melekat pada kesenian tayub ini. Karena tari tayub adalah seni tayub yang menjadikan perempuan sebagai unsur dominan.
Lantas pada zaman dahulu untuk apa sebenarnya para leluhur kita mengadakan pagelaran tayub ini diadakan dalam masyarakat Jawa? Fungsi dari diadakannya pagelaran tayub menurut leluhur Jawa pada zaman dahulu adalah sebagai berikut :
- Upacara Pubertas
- Upacara Inisiasi
- Percintaan
- Persahabatan
- Upacara Kematian
- Upacara Kesuburan
- Upacara Perburuan
- Upacara Perkawinan
- Pekerjaan
- Perang
- Lawakan
- Perbincangan
- Tontonan
- Pengobatan
Dalam pertunjukkan tayub terdapat berbagai simbol yang ditampilkan antara lain ritual sesaji, musik gamelan, kostum, gerakan tari, dan saweran. Makna dari setiap simbol tersebut antara lain :
I. Ritual sesaji mempunyai makna material untuk meminta keselamatan dan kelancaran, serta makna sosial untuk menghargai tradisi leluhur.
II. Musik gamelan mempunyai makna material untuk pemantaban rasa tari waranggana guna keindahan dalam penampilannya dan makna sosialnya yaitu untuk mempertahankan musik tradisional Jawa agar tetap bisa dinikmati oleh masyarakat.
II. Kostum mempunyai makna material sebagai daya tarik atau keindahan dalam pertunjukan kesenian tayub dan makna sosialnya yaitu bentuk identitas diri yang memengaruhi citranya dalam masyarakat.
IV. Gerakan tari mempunyai makna material yaitu untuk menunjukkan kepiawaian waranggana dalam menghibur para penikmat kesenian tayub dan makna sosial yaitu sebagai daya pikat waranggana terhadap penikmat tayub.
V. Saweran mempunyai makna material yaitu untuk meminta gending yang diinginkan dan makna sosial yaitu bentuk rasa terimakasih penikmat tayub karena merasa terhibur dengan penampilan waranggana.
Pengertian Kesenian tari tayub
Tayub, mendengar budaya jawa yang satu ini mungkin pemikiran kita adalah kesuatu budaya yang negatif, namun disisi lain budaya jawa yang satu ini sangatlah populer di kalangan masyarakat menengah ke bawah.
Banyak kisah yang menggambarkan tentang tayub. Tayub ini hasil campuran dari mitos dan tradisi mengantar kesenian rakyat ini menjadi legenda dan seni yang terus digandrungi warga masyarakat di pedesaan Jawa.
Salah satunya menyatakan bahwa pada awal kelahirannya, tayub merupakan ritual sesembahan demi kesuburan pertanian.Tayub sendiri berasal dari kata dalam bahasa jawa jarwodhosok “ditata kareben guyub” (diatur agar tercipta kerukunan).
Secara filosofi yang ditanamkan pada tayub sebagai kesenian untuk pergaulan. Nilai dasarnya adalah kesamaan kepentingan untuk mengapresiasikan kemampuan, jiwa, dan bakat seni baik kemampuan sebagi penabuh gamelan ( pengrawit ) ataupun penarinya.
Kesamaan ini akan melahirkan keselarasan-serasian tayub sebagi suatu bentuk tarian, hentakan kaki sesuai dengan bunyi kendang, lambaian tangan seirama gambang, atau lenggok kepala tiap pukulan gongnya. Meski pada perkembangannya, “pergaulan” dimaknai secara luas sebagai bentuk silahturahmi.
Tari tayub biasa disebut tayuban adalah kesenian tradisional Jawa dengan memperlihatkan unsur keindahan dan keserasian gerak. Unsur keindahan dalam tayuban ini diikuti dengan kemampuan penari dalam memainkan tari yang dibawakan.
Tayuban biasanya dipertunjukkan pada acara bersih desa, hajatan dan acara-acara kebesaran. Tari tayub merupakan tarian pergaulan yang disajikan untuk menjalin hubungan sosial masyarakat. Pada saat menarikan tari tayub sang penari yang di sebut ledek mengajak penari pria dengan cara mengalungkan selendang yang disebut dengan sampur kepada pria yang diajak menari tersebut. Tayub juga disebut tandhak, penari perempuan.
Menurut teori R.M. Soedarsono tayub mempunyai tiga fungsi utama (primer) yaitu sebagai sarana upacara (ritual), hiburan dan tontonan. Tayub dipertunjukkan pada berbagai hajat masyarakat terutama sebagai sarana upacara, seperti bersih desa dan perkawinan.
Tayub yang dipertunjukkan dalam bersih desa memiliki peranan sangat penting untuk mendapatkan kesuburan tanah, hasil panen melimpah, ketenangan, keselamatan dan kesejahteraan masyarakat. Sementara itu tayub yang dipertunjukkan dalam upacara pernikahan mempunyai maksud agar pasangan pengantin segera mendapat keturunan.
Tradisi mempertunjukkan tayub masih dilakukan terus menerus dikalangan masyarakat berbagai daerah terutama di Jawa, baik daerah yang memiliki atau tidak memiliki kesenian tayub. Pada intinya pertunjukkan tayub di berbagai daerah itu sama yaitu tarian berpasangan antara seorang wanita dengan laki-laki dengan diiringi musik gendhing-gendhing jawa.
Fungsi Kesenian tari tayub
Kesenian Tayub merupakan kesenian yang untuk menyambut tamu, ucapan syukur yang di tujukan kepada Tuhan Yang Maha Esa melalui media sedekah bumi ( bersih desa ) atau keyakinan pada dayang ( penunggu ).
Dalam perkembangannya kesenian tayub mengalami pasang surut dalam keberadaannya di masyarakat. Menuai kesan miring atau negatif terhadap keseniaan tersebut terutama terhadap waranggana. Namun saat ini kesan tersebut sedikit memudar seiring perkembangan zaman yang makin modern ini. Saat ini tayub lebih sebagai hiburan maupun tontonan masyarakat.
Sebab yang dulu kesenian tayub mengadung unsur magis atau religius sekarang sudah tidak lagi. Kesenian tayub mulai tergeser oleh budaya barat yang meracuni para generasi muda, untuk itu kita sebagai generasi muda harus melestarikan budaya tayub tersebut agar tidak hilang maupun punah akan keberadaannya di masyarakat.
Dan kesenian tayub tersebut merupakan warisan dari leluhur kita yang sudah ada sejak zaman dahulu.
Perkembangan Kesenian Tari Tayub Di Era Modern
Pertunjukkan tayub pada awalnya merupakan area bagi masyarakat untuk menunjukkan kejayaan, kedermawanan, dan status sosial. Hal ini bisa dilihat ketika ada yang memberi saweran pada para seniman tayub tersebut. Seorang penyawer akan mengeluarkan banyak uang untuk bisa menari dengan penari idolanya.
Perkembangan pertunjukkan tayub sangat dipengaruhi oleh para penari perempuan (joged) dan munculnya penari-penari muda yang menjadikan pertunjukan tayub menarik dan semarak. Adanya penari muda, kesenian tayub bisa di lestarikan dan keberadaannya akan tetap ada di masyarakat.
Dan seorang penari harus memiliki kemampuan menari, menyinden, merias diri dan berbusana baik untuk mendukung penampilannya dalam pertunjukan. Seorang joged harus menguasai lagu dan tembang maupun berekspresi dengan baik serta wajah yang mendukung atau cantik.
Di samping memiliki wajah yang ceria juga memiliki perilaku yang ramah dan santun terhadap orang lain turut mendukung daya darik seorang penari.
Untuk menjadi seorang joged yang popular di butuhkan pengalaman dalam berbagai penas dan komunikasi yang baik dengan penonton. Maksudnya bukan hanya komuikas verbal tetapi juga komunikasi rasa supaya pengibing terpacu untuk berekspresi seni dengan baik.
Walaupun peran joged sangat penting dalam pertunjukkan namun bukan hanya sosok joged yang hanya menentukan kesuksesan dalam pertunjukkan juga interaksi seniman tayub juga pengibing dan penonton.
Dalam pertunjukkan tayub ada berbagai pemeran dalam pertunjukkannya yaitu pengarih, waranggana, penayub dan pengrawit gamelan. Penjelasan tentang pemeran dalam tayub sebagai berikut.
Pengarih atau pramugari adalah orang yang mengatur jalannya pertunjukkan tayub dari awal sampai akhir. Selain itu juga bertugas mengatur urutan giliran penari bagi para tamu, melerai perkelahian yang mungkin terjadi, mencegah hal-hal yang tidak diinginkan. Misalnya: terjadi keonaran, mabuk-mabukan dan pelanggaran asusila lainnya.
Waranggana atau sindir adalah penari wanita dalam tayuban yang selain bertugas memberikan sampur kepada tamu juga menyanyi dan menari bersama pengibing. Seorang Waranggana atau sindir dalam penampilannya selain menari juga harus bisa menyanyi tembang.
Selain bermodalkan paras cantik, seorang waranggana harus memiliki suara yang bagus dan menguasai berbagai macam lagu. Jumlah waranggana atau sindir dalam pertunjukkan tayub tidak pasti, ada yang 2, 4, 6 bahkan ada yang 8 orang penari tergantung dari penanggap dan biasanya disesuaikan dengan banyaknya tamu yang diundang.
Penayub atau pengibing adalah sebutan bagi tamu yang diberikan kehormatan untuk menari bersama waranggana dalam acara tayuban yang ditentukan oleh pengarih secara berurutan atau bergilir. Namun secara umum penayub dilakukan secara jamak atau bersamaan. Para penayub menari secara berjejeran berhadapan dengan penayub lainnya. Lalu di tengah-tengah terdapat beberapa waranggana yang menari dan menyanyi.
Pengrawit gamelan adalah sebutan bagi para pemain atau penabuh gamelan jawa lengkap yang mengiringi proses pagelaran tayub berlangsung. Macam instrumen gamelan yang di pakai dalam proses pagelaran tayub adalah kendang, gong, bonang, saron, peking, kenong, kempul, slentem, dan sebagainya.