Tarian adat Minahasa - Sulawesi Utara, tentu memiliki ciri khasnya dan keunikannya yang berbeda-beda antara satu dan lainnya. Dengan keragaman suku dan keunikan budaya setempat membuat Provinsi Sulawesi Utara menjadi salah satu daerah yang menarik untuk dibahas mengenai kesenian tarian adatnya sehingga kita bisa lebih memahami beragam jenis tarian budaya di bumi Nusantara. Berikut ini adalah 5 Tarian tradisional Minahasa yang Terkenal dan Khas:
1. Tari Kabasaran (Tari Cakalele)
Merupakan tarian keprajuritan tradisional Minahasa yang diangkat dari kata ‘wasal’ yang berarti ayam jantan yang dipotong jenggernya agar supaya sang ayam menjadi lebih garang dalam bertarung. Tarian ini diiringi oleh tambur dan gong kecil.
Alat musik pukul seperti gong, tambur atau kolintang disebut ‘pa’wasalen’ dan para penarinya disebut Kawasalan, yang berarti menari dengan meniru gerakan dua ayam jantan yang sedang bertarung.
Kata Kawasalan kemudian berkembang menjadi Kabasaran yang merupakan gabungan dua kata ‘Kawasul ni Sarian’ yang berarti menemani dan mengikuti gerak tari, sedangkan sarian adalah pemimpin perang yang memimpin tari keprajuritan tradisional Minahasa. Tarian perang yang ditampilkan untuk menjemput tamu atau ditampilkan pada perayaan khusus.
Pada jaman dahulu para penari Kabasaran hanya menjadi penari pada upacara-upacara adat. Dalam kehidupan sehari-hari mereka adalah petani. Bila Minahasa dalam keadaan perang, maka penari Kabasaran menjadi Waranei (prajurit).
Tiap penari Kabasaran memiliki satu senjata tajam yang merupakan warisan dari leluhurnya, karena penari Kabasaran adalah penari yang turun temurun. Tarian ini umumnya terdiri atas tiga babak, yaitu:
- Cakalele: berasal dari kata saka (berlaga), dan lele (melompat- lompat)
- Kumoyak: berasal dari kata koyak, mengayunkan pedang atau tombak turun naik
- Lalaya’an: bebas riang gembira melepaskan diri dari rasa berang. Busana yang digunakan adalah kain tenun Minahasa asli, dan kain ’Patola’, yaitu kain tenun merah dari Tombulu.
Sangat disayangkan bahwa sejak tahun 1950-an kain tenun asli ini mula menghilang sehingga penari tarian Kabasaran akhirnya memakai kain tenun Kalimantan dan kain Timor karena bentuk, warna, dan motifnya mirip dengan kain tenun Minahasa.
2. Tari Maengket
Maengket dari kata dasar engket yang artinya mengangkat tumit turun naik Fungsinya sebagai rangkaian upacara petik padi. Penarinya membentuk lingkaran dengan langkah-langkah yang lambat, disebut Maengket Katuanan. Ada tiga macam Tari Maengket yaitu:
- Tari Maowey Kamberu, permohonan / berdoa atas hasil panen
- Marambak adalah sebagai bentuk rasa syukur atas selesainya ramah baru
- Lalayaan sebagai expresi kegembiraan masyarakat
Pemimpin tari adalah wanita sebagai ‘Walian in uma’, pemimpin upacara kesuburan pertanian dan kesuburan keturunan, dibantu oleh ‘Walian im penguma’an’, lelaki dewasa. Pemimpin golongan Walian atau golongan agama asli (agama suku) disebut ‘Walian Mangorai’, seorang wanita tua yang hanya berfungsi sebagai pengawas dan penasehat dalam pelaksanaan upacara-upacara kesuburan.
Untuk memulai tarian maka si pemimpin tarian Maengket menari melambai-lambaikan saputangan mengundang Dewi Bumi (Lumimu’ut) dan setelah kesurupan Dewi Bumi, barulah tarian dimulai. Supaya para penari tidak kesurupan (kemasukan) roh jahat (‘Tjasuruan Lewo’) ada pembantu Tona’as Wangko menemani ‘Walian in uma’ yang disebut ‘Tona’as in uma’, pria dewasa yang memegang tombak simbol Dewa Matahari To’ar (To’or = Tu’ur = tiang tegak = tombak).
Oleh karena itu di halaman batu ‘Tumotowak’ (Tontembuan), ditancapkan tiang-tiang bambu berhias disebut ‘Tino’or’ (Totembuan) sewaktu diadakan tarian Maengket ‘Owey Kamberu’. Semua orang Minahasa mengakui bahwa Dewi Padi itu bernama Lingkanwene (liklik = keliling; wene = padi), penguasa produksi padi. Suaminya adalah pemimpin semua dewi-dewi, Mahadewa Untu-untu.
Ada tiga orang leluhur Minahasa yang bergelar Muntu-untu dan isterinya bernama Lingkanwene. Yang pertama kemungkinan hidup pada abad ke-9, yang kedua abad ke-12, yang ketiga abad ke-15-16.
3. Tari Tumentenden
Dari Legenda Tumentenden yang menceritakan seorang pemuda yang menikahi seorang dari sembilan bidadari yang turun untuk mandi pada suatu danau.
4. Tari Lenso
Menceritakan bagaimana seorang pemuda menggunakan gerakan yang manis untuk menarik perhatian gadis.
5. Tari Katrili
dibawa oleh Bangsa Sepanyol pada waktu mereka datang untuk membeli hasil bumi di Tanah Minahasa.
Karena mendapatkan hasil yang banyak, meraka lalu menari-nari. Lama kelamaan mereka mengundang rakyat Minahasa yang akan menjual hasil bumi mereka untuk menari bersama sambil mengikuti irama musik dan aba-aba. Tari Katrili termasuk tarian modern.