Pada jaman dahulu kala di tatar pasundan ada sebuah kerajaan yang pimpin oleh seorang raja yang arif dan bijaksana. Dia sudah tua dan karena itu dia ingin memilih penggantinya. Tapi sayangnya, ia tidak memiliki putra.
Dia dikenal sebagai Prabu Tapak Agung. Prabu Tapa Agung mempunyai dua orang putri cantik dan cerdas yaitu Purbararang dan adiknya Purbasari. Satu-satunya perbedaan adalah temperamen mereka. Purbararang kasar dan tidak jujur, sedangkan Purbasari baik dan peduli.
Pada saat mendekati akhir hayatnya Prabu Tapak Agung menunjuk Purbasari, putri bungsunya sebagai pengganti. Aku sudah terlalu tua, saatnya aku turun tahta, kata Prabu Tapa.
Mendengar kabar tersebut, Putri Purbararang pun tidak setuju dengan keputusan ayahandanya. Ini seharusnya miliki ku, Ayah. Aku anak perempuan tertua kata! Purbararang. Prabu Tapa Agung tersenyum. Purbararang, untuk menjadi seorang ratu bukanlah hal mengenai usia.
Ada banyak kualitas lain yang kita harus miliki, jelas Prabu Tapa Agung bijaksana. Apa Purbasari memiliki yang saya tidak? Cemberut Purbararang. kamu akan mengetahui ketika Purbasari telah menggantikan ku, jawab Prabu Tapa Agung.
Setelah perdebatan tersebut, Purbararang kembali ke kamarnya. Apakah ada sesuatu yang salah? Tanya Indrajaya. Indrajaya adalah calon suami Purbararang. Saya kesal! Ayah memilih Purbasari sebagai penggantinya dan bukan aku! Aku harus melakukan sesuatu! Kata Purbararang.
Gila karena kemarahannya, dia datang ke penyihir dan memintanya untuk mengirim ruam ke seluruh tubuh Purbasari. Sebelum tidur, Purbasari mulai merasa gatal di seluruh tubuhnya. Dia mencoba menggunakan bedak ke tubuhnya, tapi itu tidak ada gunanya.
Sebaliknya, gatalnya bahkan lebih buruk. Dia tidak ingin menggaruknya, tapi dia tidak bisa menahannya.
Pada pagi berikutnya, terdapat tanda bekas cakaran di seluruh tubuh Purbasari itu. Apa yang terjadi padamu? Tanya Purbararang, pura-pura prihatin. Saya tidak tahu, kak. Tadi malam, tubuh saya tiba-tiba merasa sangat gatal.
Saya menggaruk dan terus menggaruk, dan ini adalah apa yang terjadi, jawab Purbasari. Purbararang menggeleng. Kamu pasti telah melakukan sesuatu yang sangat mengerikan. Kamu telah dihukum oleh para dewa!.
Hari itu, seluruh kerajaan itu terkejut. Apa yang telah kamu lakukan, Purbasari? tanya Prabu Tapa Agung. Purbasari menggeleng. Aku tidak melakukan apa pun yang akan membuat marah para dewa, ayahandanya, jawabnya.
Lalu bagaimana kamu menjelaskan apa yang terjadi pada tubuh kamu? Tanya Prabu Tapa Agung lagi. Jika kamu tidak mengaku, aku akan mengusir kamu ke hutan. Purbasari mengambil napas panjang. Seperti yang saya katakan sebelumnya, saya tidak melakukan sesuatu yang salah. Dan aku lebih suka dilemparkan ke hutan daripada mengakui perbuatan yang saya tidak lakukan.
Setelah diskusi singkat dengan penasihat, Prabu Tapa Agung memerintahkan Purbasari untuk dipindahkan ke hutan. Purbasari sangat sedih, tetapi dia tidak bisa melakukan apa-apa untuk menentang perintah ayahnya.
Dia didampingi oleh seorang utusan untuk pergi ke hutan. Utusan tersebut membangun sebuah gubuk sederhana untuk Purbasari.
Setelah utusan tersebut pulang, tiba-tiba seekor monyet hitam datang ke pondok Purbasari. Dia membawa setandan pisang. Dari belakangnya, beberapa hewan menyaksikannya. Apakah pisang tersebut untuk saya? Tanya Purbasari.
Monyet hitam mengangguk, seolah-olah ia mengerti apa yang Purbasari katakan. Purbasari mengambil pisang dengan senang hati. Dia juga mengatakan terima kasih. Hewan-hewan lain yang sedang melihatnya juga tampak tersenyum.
Apakah kamu bersedia menjadi teman ku? Tanya Purbasari kepada mereka. Semua binatang mengangguk gembira.Meskipun dia tinggal sendirian di hutan, Purbasari tidak pernah kekurangan makanan. Setiap hari, selalu ada hewan yang membawa buah-buahan dan ikan untuk dimakan.
Waktu yang lama telah berlalu sejak Purbasari dibuang ke hutan, tapi tubuhnya masih gatal. Pada beberapa tempat, kulitnya bahkan sudah memborok. Apa yang harus saya lakukan? Purbasari mendesah. Monyet yang duduk di sebelahnya tetap diam, ada air mata di matanya.
Dia berharap Purbasari akan tetap sabar dan kuat. Suatu malam, pada bulan purnama, monyet tersebut membawa Purbasari ke sebuah lembah. Ada sebuah kolam dengan air panas. Monyet tiba-tiba berbicara, Air kolam ini akan menyembuhkan kulit mu, katanya.
Purbasari terkejut, kamu bisa bicara? Siapa kamu? Tanyanya. Kamu akan tahu, pada waktunya, kata monyet tersebut. Purbasari tidak mau memaksa monyet. Dia kemudian berjalan ke kolam. Ia mandi di sana.
Setelah beberapa jam, Purbasari keluar dari kolam. Dia terkejut melihat wajahnya yang tercermin pada air kolam yang jernih terssebut. Wajahnya cantik lagi, dengan kulit halus dan bersih. Purbasari mengamati seluruh tubuhnya.
Tidak ada jejak dari setiap penyakit kulit. Saya sembuh! Saya sembuh teriak Purbasari dalam sukacita. Dia lekas berterimakasih kepada para dewa dan juga untuk monyet tersebut.
Kabar mengenai kondisi Purbasari dengan cepat menyebar ke kerajaan, membuat jengkel Purbararang. Dia kemudian ditemani oleh Indrajaya pergi ke hutan untuk melihat Purbasari. Purbasari bertanya apakah dia akan diizinkan pulang.
Purbararang mengatakan bahwa dia akan membiarkan Purbasari kembali ke istana jika rambut Purbasari lebih panjang dari miliknya. Purbararang kemudian membiarkan rambutnya jatuh. Rambut itu sangat panjang, hampir menyentuh tanah. Tapi ternyata rambut Purbasari dua kali lebih panjang dari pada rambutnya Purbararang.
Baik, jadi rambut kamu lebih panjang dari pada milikku. Purbararang mengakui. Tapi ada satu kondisi yang kamu harus penuhi, apakah kamu memiliki calon suami yang lebih tampan dari pada milik ku Kata Purbararang sambil berjalan menuju Indrajaya.
Purbasari merasa sengsara. Dia belum memiliki calon suami. Jadi, tanpa berpikir panjang, ia menarik monyet hitam di sampingnya.
Purbararang dan Indrajaya tertawa, tapi tawa mereka tidak berlangsung lama. Monyet tersebut kemudian bermeditasi dan tiba-tiba berubah menjadi seorang pemuda yang sangat tampan, lebih tampan dari pada Indrajaya.
Saya seorang pangeran dari kerajaan yang jauh. Saya dikutuk menjadi monyet karena kesalahan yang saya perbuat. Saya bisa mendapatkan kembali bentuk saya yang sebenarnya hanya jika ada seorang gadis yang bersedia menjadi istriku, kata pria muda tersebut.
Akhirnya, Purbararang menyerah. Dia menerima Purbasari sebagai ratu, dan juga mengakui semua yang telah ia lakukan. Maafkan saya. Jangan hukum saya, kata Purbararang, meminta pengampunan. Bukannya marah, Purbasari tersenyum.
Aku memaafkanmu, kak, katanya. Segera setelah itu, Purbasari menjadi ratu. Di sampingnya adalah pangeran tampan, mantan monyet yang dikenal sebagai Lutung Kasarung.
Amanat cerita di atas adalah jadilah orang yang baik dan jujur dan janganlah sekali-kali iri terhadap apa yang dimiliki orang lain.