Pada zaman dahulu, seluruh daerah tersebut terdiri dari dataran. Tidak ada bukit atau gunung di sana. Sesepuh desa berdoa kepada para dewa agar diciptakan gunung di wilayah mereka.
Para dewa pun mengabulkan permintaan mereka dengan sebuah syarat. Besok malam, kami akan membuatkan gunung. Namun, besok malam tidak boleh ada satu orang pun yang keluar dari rumah dan berkeliaran.
Kemudian, para sesepuh meminta warga agar tidak keluar dari rumah besok malam.
Keesokan harinya, seluruh warga masuk ke dalam rumah mereka masing- masing dan mengunci pintu. Ketika hari mulai senja, para dewa turun dari khayangan clan mulai membuat gunung.
Mereka bekerja tanpa suara. Diawali dengan memasang tiang-tiang pancang dan mulai menimbuninya dengan tanah.
Ketika pagi menjelang, pembuatan gunung itu hampir selesai. Tinggal membentuk puncak gunungnya saja. Ketika para dewa sibuk bekerja, tiba- tiba muncul seorang gadis yang berjalan ke arah sungai untuk mencuci beras. Rupanya, gadis itu tidak tahu bahwa seluruh rakyat diharuskan tidak meninggalkan rumah. Ternyata, pada saat sesepuh desa memberikan pengumuman, ia tidak berada di sana.
Hari masih gelap, ketika gadis itu sampai di sungai. la sangat terkejut, karena melihat ada sebuah bukit di hadapannya. Padahal, kemarin bukit itu tidak pernah ada. Keterkejutannya semakin menjadi jadi ketika dilihatnya banyak makhluk tinggi besar menyeramkan melayang-layang mengangkat batu-batu besar.
Tolong! teriak gadis itu ketakutan.
Gadis itu terus berlari tanpa memperdulikan keadaan dirinya, sehingga beras yang mau dicuci tadi dilemparkan begitu saja dan berceceran di sekitar bukit. Menurut masyarakat beras tersebut menjelma menjadi bebatuan yang bentuknya seperti beras.
Para dewa terkejut ketika mendengar ada suara manusia. Mereka menyadari ternyata pekerjaan mereka telah disaksikan manusia.
Warga desa tidak menepati janji mereka! Lebih baik kita kembali khayangan! kata salah satu dewa. Para dewa pun meninggalkan pekerjaan mereka yang belum selesai. Akhirnya, pembuatan gunung itu batal. Masyarakat menamai gunung yang tidak jadi tersebut dengan nama Gunung Wurung. Wurung artinya batal.