Batara Kala yang sangat kecewa atas kekalahannya berusaha menghimpun kekuatan untuk membalas dendam. Ia bertapa siang malam selama beberapa bulan sehingga kesaktiannya meningkat pesat.
Setelah para pengikutnya bertambah banyak pula, ia pun meninggalkan Pulau Nusakambangan dan membangun sebuah kerajaan baru di Hutan Tulyan, yang diberi nama Kerajaan Medang Kamulan, meniru nama kerajaan yang dulu didirikan oleh Batara Guru di Gunung Mahendra.
Sebagai raja di sana, ia memakai gelar Sri Maharaja Birawa.
Pada suatu hari Sri Maharaja Birawa menerima kedatangan tiga orang empu kahyangan, yaitu putra Batara Isakandi yang bernama Batara Sukadi, Batara Reksakadi, dan Batara Rasikadi.
Ketiga bersaudara itu memohon perlindungan kepada Sri Maharaja Birawa karena dikejar-kejar hendak dibunuh seorang raksasa sakti bernama Ditya Danupaya, putra Ditya Danupati, atau cucu Prabu Danuka yang mendendam kepada para dewa.
Sri Maharaja Birawa bersedia memberikan perlindungan kepada mereka bertiga. Ditya Danupaya akhirnya datang dan menantang perang Sri Maharaja Birawa apabila tidak mau menyerahkan ketiga buruannya itu.
Maka, terjadilah pertempuran seru di antara mereka yang akhirnya dimenangkan oleh Sri Maharaja Birawa. Ditya Danupaya menyerah kalah dan pasrah hidup mati. Melihat ketulusan raksasa itu, Sri Maharaja Birawa pun menerimanya sebagai kawan.
Bahkan, Ditya Danupaya juga diangkat sebagai menteri utama Kerajaan Medang Kamulan, bergelar Patih Danupaya.
Sri Maharaja Birawa juga menerima pengabdian Batara Sukadi, Batara Reksakadi, serta Batara Rasikadi, dan menjadikan mereka sebagai pembuat pusaka kerajaan. Selain itu, ia juga menikahi adik perempuan Patih Danupaya yang bernama Dewi Danupadi.
SRI MAHARAJA BIRAWA MENGHANCURKAN KERAJAAN MEDANG SIWANDA
Sri Maharaja Birawa lalu menyusun rencana untuk membalas dendam kepada Batara Brahma dan Batara Wisnu. Ia pun memerintahkan Batara Sukadi, Batara Reksakadi, dan Batara Rasikadi untuk membuat senjata-senjata ampuh.
Setelah tugas selesai dilaksanakan, Sri Maharaja Birawa dan Patih Danupaya berangkat memimpin pasukan menyerang Kerajaan Medang Siwanda.
Di Kerajaan Medang Siwanda, Sri Maharaja Budawaka yang merupakan penjelmaan Batara Brahma tidak menduga akan datangnya serangan mendadak dari Kerajaan Medang Kamulan tersebut. Pertempuran besar pun terjadi.
Kerajaan Medang Siwanda mengalami kehancuran, sedangkan Sri Maharaja Budawaka melarikan diri ke arah barat.
SRI MAHARAJA BUDAWAKA MEMBANGUN KERAJAAN GILINGAYA
Perjalanan Sri Maharaja Budawaka akhirnya sampai di wilayah Kerajaan Medang Gili, yaitu negeri yang dulu pernah dipimpinnya saat menjadi Sri Maharaja Sunda. Namun, Kerajaan Medang Gili tersebut sekarang sudah terbengkalai dan tidak terawat, karena kosong tidak memiliki raja.
Di negeri itu, Sri Maharaja Budawaka ditolong dan diberi makan oleh seorang tua bernama Kyai Sudana. Sri Maharaja Budawaka sangat berterima kasih dan mengajak Kyai Sudana beserta keluarganya membangun kembali Kerajaan Medang Gili.
Ia kemudian mengangkat anak Kyai Sudana yang bernama Jaka Suweda menjadi menteri utama, bergelar Patih Suweda. Adapun nama Kerajaan Medang Gili untuk selanjutnya diganti menjadi Kerajaan Gilingaya.
SRI MAHARAJA BIRAWA MENYERANG KAHYANGAN SURALAYA
Setelah puas mengalahkan Sri Maharaja Budawaka dan mengusirnya pergi, Sri Maharaja Birawa lalu berniat menyerang Kahyangan Suralaya yang dipimpin Batara Indra. Rancana ini tidak disetujui Batara Sukadi, Batara Reksakadi, dan Batara Rasikadi.
Karena mereka bertiga berani terang-terangan menentang rencana ini, Sri Maharaja Birawa pun marah besar. Ketiga putra Batara Isakandi itu memilih melarikan diri meninggalkan Kerajaan Medang Kamulan karena takut menghadapi amukan raja raksasa tersebut.
Sri Maharaja Birawa dan Patih Danupaya kemudian berangkat memimpin pasukan Medang Kamulan menyerang Kahyangan Suralaya. Perang besar pun terjadi di kaki Gunung Mahameru.
Batara Indra dan pasukan Dorandara terdesak kalah. Pada saat itulah Batara Bayu datang membantu dan berhasil membunuh Patih Danupaya, kemudian ia bertempur melawan Sri Maharaja Birawa.
Batara Bayu dan Sri Maharaja Birawa sama-sama mengadu kesaktian sampai waktu yang cukup lama. Batara Bayu merasa kesulitan mengalahkan lawannya itu. Ia akhirnya mengerahkan angin topan yang menerbangkan tubuh Sri Maharaja Birawa beserta para prajuritnya yang masih hidup kembali ke Kerajaan Medang Kamulan.
BRAHMANA KESTU MENGALAHKAN SRI MAHARAJA BIRAWA
Batara Indra takut kalau Sri Maharaja Birawa datang kembali dengan kekuatan yang lebih besar. Ia lalu mengheningkan cipta mengerahkan Aji Pameling memanggil adiknya, yaitu Batara Wisnu yang memiliki kesaktian paling tinggi di antara sesama saudara.
Batara Wisnu pun datang dari Alam Sunyaruri dan menyatakan sanggup menghadapi Sri Maharaja Birawa.
Batara Wisnu lalu mengubah wujudnya menjadi seorang brahmana, bergelar Brahmana Kestu. Ia mendatangi Kerajaan Medang Kamulan dan menantang Sri Maharaja Birawa adu kesaktian.
Tantangan itu diterima dan mereka pun bertarung seru. Karena sampai sekian lama tidak ada yang menang dan tidak ada yang kalah, Sri Maharaja Birawa lalu menantang Brahmana Kestu adu kepandaian wawasan.
Sri Maharaja Birawa mengajukan teka-teki yang berbunyi:
Tuwuh doning mudratirta,
Seta ti kang purwandaya,
Mapatra pita laksmita,
Sirang puspa maharakta,
Mang bapte kang pala kresna,
Mesi nanda mancawarna,
Ma sadrasa marta wisa,
Taman kena pisahahna.
Yang artinya:
Tumbuhnya di tengah air, putih batang pohonnya, daun kuning bersinar, bunganya merah menyala, buahnya berwarna hitam, berisi emas permata aneka warna, rasanya enam jenis bisa menjadi obat atau racun, tidak dapat terpisahkan.
Brahmana Kestu menjawab teka-teki tersebut:
Tumbuhnya pramana di dalam budi, pohon pramana suci, daunnya birahi, bunganya amarah, buahnya kesentosaan, isinya pancaindera dan akal yang berjumlah enam, jika keluarnya baik bisa menjadi obat, jika keluarnya buruk bisa menjadi racun, tidak dapat dipisahkan karena jika dipisah tentu menimbulkan kematian.
Sri Maharaja Birawa sangat malu karena teka-tekinya dapat ditebak oleh Brahmana Kestu. Ia pun menyerah kalah dan menyatakan tunduk terhadap segala keputusan Brahmana Kestu.
Maka, Brahmana Kestu lalu menjatuhkan hukuman buang kepada Sri Maharaja Birawa supaya tinggal di Hutan Krendawana.
Sri Maharaja Birawa sanggup menjalani hukuman tersebut. Ia lalu kembali ke wujud Batara Kala dan berangkat menuju Hutan Krendawana bersama istrinya, yaitu Dewi Danupadi yang telah diganti namanya menjadi Dewi Kali.
BRAHMANA KESTU MENJADI RAJA MEDANG KAMULAN
Setelah Sri Maharaja Birawa kalah dan berangkat menjalani pembuangan, para pengikutnya pun menyatakan tunduk kepada Brahmana Kestu serta menyerahkan takhta kerajaan kepada brahmana penjelmaan Batara Wisnu tersebut.
Brahmana Kestu menerima takhta Kerajaan Medang Kamulan itu dan ia pun menjadi raja dengan bergelar Sri Maharaja Budakresna.