Bima Menjinjing Badai

 Munculnya resi Drona di negeri Astina telah menimbulkan persoalan baru. Kurawa dan Pandawa terkesima atas kesaktiannya. Mereka berebut ingin memiliki orang tua itu.

Bima


Tentu saja Sengkuni yang licik tidak tinggal diam. Baginya tidak ada yang sulit untuk dilakukan, tak peduli apapun caranya. Paman Kurawa itu segera memasang papan timbangan. Kurawa dan Pandawa diminta naik, siapa yang lebih berat merekalah yang memboyong Drona. 

Sudah pasti Kurawa akan lebih berat karena jumlahnya seratus, pikir Sengkuni. Bayang-bayang memiliki Drona ada di depan mata dan hal itu akan sangat menguntungkan bagi anak-anak Dewi Gendari.  

Kini semua Kurawa dan Pandawa sudah di atas timbangan. Sengkuni dengan senyumnya yang mengerikan telah siap pula di dekat mereka. Tapi Wrekudara sengaja naik ke papan timbangan paling akhir. 

"Ayo ngger Bratasena, naiklah," kata Sengkuni.

"Heh, anak bandel mengapa engkau diam di situ?" Tanya Duryudana.

Wrekudara tak menggrubris. Ia tetap diam berdiri.

"Wajahmu pucat, minumlah dulu kalau kau haus, " sahut Dursasana pula "atau kalau kau takut, tidur sajalah di ditu."

Kontan semua yang ada menjadi tertawa. 

"Ha ..ha ..ha ..!"

Tiba-tiba Bratasena berteriak keras : 

"Aku hanya mau diperintah oleh guruku Dronaa !"

Maka atas permintaan Sengkuni Drona segera mendekati Bima. Ia berbisik sambil tangannya menepuk-nepuk pundak muridnya.

Kini semua mata hanya tertuju pada satria tinggi besar itu. Werkudara ternyata tidak langsung melangkah. Nampak kedua tangannya mengepal, lalu ia rentangkan lebar-lebar sambil menengadah ke langit. Mulutnya berkomat-kamit membisikkan kata-kata amat lirih. 

Tiba-tiba kedua kakinya mengayun lepas ke udara. Bima bagaikan terbang dengan loncatan jauh ke atas.

"Wuuss ...!"

Eleng-eleng panenggak pandhawa itu adalah putra spiritual Sang Bayu, maka lompatan tubuh Bima yang dempal tinggi besar telah mengundang angin ribut. 

Seketika orang-orang yang semula kagum atas lompatan Bima menjadi takut. Hiruk pikuk suara angin membuat mereka lari kalang kabut. Dan bersamaan dengan itu adik Puntadewa itu berteriak meraung. Suaranya menggelegar sambil menjejakkan kakinya di papan yang sudah disediakan.

"Dheell ..!"

Tak ampun lagi Kurawa yang jumlahnya seratus itu banyak yang terlontar ke atas. Tubuh mereka melayang-layang di udara terhempas oleh kekuatan Bima. Dan sialnya, entah darimana angin yang semula mereda tiba-tiba saja datang kembali.

Lesus dan badai menggulung bagaikan ombak di udara. Sindung riwut magenturan, Kurawa banyak yang terhempas bagai daun kering. Terbawa angin dan hilang entah ke mana. Konon Kurawa yang jumlahnya seratus hanya tinggal menyisakan kurang dari separuh saja. 

Maka dengan terseok-seok Sengkuni datang melapor kejadian mengerikan itu kepada Drestarasto dan Dewi Gendari. 

"Suman, suman, dasar kau licik dan sangat bodoh !" Geram ayah Kurawa itu sambil menjambak rambut adik iparnya.

Post a Comment

Previous Post Next Post

AdSense

Contact Form