Meriam Cetbang Majapahit: Jejak Serbuan Pasukan Mongol di Jawa

 Majapahit, sebagai salah satu kerajaan besar di Nusantara, memiliki kekuatan militer yang dilengkapi senjata modern pada masanya. Salah satu senjata andalannya adalah meriam yang dikenal dengan nama cetbang.

Cetbang


Dalam sejarah, meriam cetbang diyakini berasal dari sisa-sisa senjata pasukan Mongol yang berhasil dikalahkan oleh pasukan Raden Wijaya saat mereka menyerang Jawa.

Nama "cetbang" sendiri tidak memiliki arti yang pasti dalam catatan sejarah. Namun, istilah ini sudah lama digunakan untuk menyebut senjata jarak jauh tersebut. Dalam naskah-naskah Jawa kuno, istilah lain untuk senjata serupa termasuk bedil, brahmasara, agnisara, dan mimis untuk peluru kecil.

Sejarawan Mojokerto, Ayuhanafiq, menjelaskan bahwa cetbang bukan senjata asli buatan Majapahit, melainkan hasil dari modifikasi meriam yang ditinggalkan pasukan Mongol setelah invasi mereka pada tahun 1293 Masehi.

Invasi Mongol dipimpin oleh Dinasti Yuan sebagai tanggapan atas tindakan Raja Kertanegara dari Singasari yang menolak membayar upeti dan melukai utusan Mongol. Pasukan Kubilai Khan datang dengan kekuatan besar, lengkap dengan berbagai jenis senjata, termasuk meriam Cina atau pao.

Namun, di tengah perjalanan, Singasari jatuh akibat pemberontakan yang dipimpin Jayakatwang dari Kediri, menyebabkan kekuasaan Singasari beralih ke Kediri.

Pasukan Mongol yang tiba kemudian berhasil menundukkan Kediri, tetapi tiba-tiba diserang oleh Majapahit di bawah pimpinan Raden Wijaya. Serangan mendadak ini memaksa pasukan Mongol mundur dan meninggalkan sejumlah senjata, termasuk meriam yang kemudian dimanfaatkan dan diadaptasi oleh para empu Majapahit.

 Para empu Majapahit melakukan modifikasi pada meriam cetbang agar sesuai dengan kebutuhan mereka. Terbuat dari perunggu atau besi, meriam ini dibuat melalui teknik metalurgi yang canggih dengan suhu peleburan tinggi di atas 1.500 derajat Celsius.

Cetbang ini memiliki beragam ukuran, rata-rata antara 1 hingga 3 meter, dan bisa melepaskan peluru besar maupun proyektil kecil.

Menurut Yuhan, logam yang digunakan oleh empu Majapahit kemungkinan lebih baik daripada meriam asli dari Mongol, dan ukurannya yang lebih kecil memungkinkan meriam ini digunakan seperti bazoka. Meriam cetbang digunakan tidak hanya untuk pasukan darat, tetapi juga oleh armada laut Majapahit dengan ukuran yang lebih besar agar sesuai dengan kondisi medan pertempuran laut.

Post a Comment

Previous Post Next Post

AdSense

Contact Form